About this product
BahasaBahasa Indonesia
Tipe EdisiEdisi Reguler
Tipe SampulPaperback.
PengarangTan Malaka
PenerbitNarasi
Kuantitas per Kemasan1
Versi(Versi) Lengkap
Jumlah Halaman534
Tahun2022
Brandnarasi
Product description
Buku Madilog: Materialisme, Dialektika dan Logika - Tan Malaka
Pada perang Jepang-Tiongkok, tepatnya di Shanghai penghabisan tahun 1931, tiga hari lamanya saya terkepung di belakang jalan bernama North Sichuan Road, tempat peperangan pertama kali meletus. Dari North Sichuan Road tadi, Jepang menembak ke arah Po Shan Road dan tentara Tiongkok dari arah sebaliknya. Di antaranya, persisnya di kampung Wang Pan Cho, saya dengan pustaka saya terpaku.
Sesudah dua atau tiga hari berselang, tentara Jepang baru memberi izin kepada kampung tempat saya tinggal untuk berpindah rumah, pergi ke tempat yang lebih aman dalam tempo lima menit saja. Saya turut pindah tergopoh-gopoh. Tentulah sehabis perang, yakni sesudah sebulan lamanya, maka sehelai kertas pun tiada tersisa. Begitulah rapinya “Laliong” alias tukang copet bekerja. Tapi hal ini tidak membuat saya putus asa.
Selama toko buku masih ada, selama itu pula pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan pun rela dikurangi!
Bangsa Indonesia memandang bahwa apa yang terjadi di dunia ini dipengaruhi oleh kekuatan keramat di alam gaib. Cara pandang ini, disebut-sebut oleh Tan Malaka sebagai "logika mistika". Logika ini melumpuhkan karena ketimbang menangani sendiri permasalahan yang dihadapi, lebih baik mengharapkan kekuatan-kekuatan gaib itu sendiri. Karena itu, mereka (masyarakat Indonesia) mengadakan mantra, sesajen, dan doa-doa. Melihat kenyataan bangsanya yang masih terkungkung oleh "logika mistika" itu, Tan Malaka melahirkan Madilog.
Mendiang peneliti LIPI, Dr Alfian pernah menyebutkan bahwa Madilog memang merupakan karya terbaik Tan Malaka, paling orisinal, berbobot, dan brilian. Naskah Madilog ditulis oleh Tan Malaka selama delapan bulan (15 Juli 1942 - 30 Maret 1943). Buku ini bukan semacam "ajaran partai" atau "ideologi proletariat", melainkan cita-cita Tan Malaka sendiri. Di mana Madilog--sebagian besar mengikuti konsep materialistik-dialektik Fredrich Engels--sama sekali bebas dari buku-buku M4rxisme-L3ninisme yang menuntut ketaatan mutlak pembaca terhadap P4rtai K0mun1s.
Tan Malaka melihat kemajuan umat manusia harus melalui tiga tahap: Dari "logika mistika" lewat "filsafat" ke "ilmu pengetahuan" (sains). Dan selama bangsa Indonesia masih terkungkung oleh "logika mistika" itu, tak mungkin ia menjadi bangsa yang merdeka dan maju. Madilog merupakan jalan keluar dari "logika mistika" dan imbauan seorang nasionalis sejati buat bangsanya untuk keluar dari keterbelakangan dan ketertinggalan.