Tetralogi Pulau Buru (Bumi Manusia / Anak Semua Bangsa / Jejak Langkah / Rumah Kaca) - Edisi Seabad Pramoedya Ananta Toer
Sold by Novely Young
4.9(10)
27 sold
Select options
Select
Shipping
From Rp12.000
Est. delivery by May 9 - May 11
Customer reviews (10)
ミ**サ
Item: #1 Bumi Manusia
bagus, ori, kurir ramah, packaging rapi dan aman 10/10
2w ago
r**i
Item: #3 Jejak Langkah
Bukunya bagus, packing nya juga keren dan terbaik
February 23, 2025
k**e
Item: #1 Bumi Manusia
packing aman banget😍
1w ago
c**✰
Item: #1 Bumi Manusia
suka bgttt 💙
2w ago
c**✰
Item: #2 Anak Semua Bangsa
bagus bgt 💙
2w ago
ミ**サ
Item: #4 Rumah Kaca
ori
2w ago
s**✿
Item: #1 Bumi Manusia
Kemasan:amann
1w ago
e**n
Item: #1 Bumi Manusia
bukunya dateng dengan aman, ori dan surprisingly cepet bangett datengnya! kakak penjualnya juga ramah, next pasti bakal beli lagi, thankyouu so muchh🤍!
2w ago
ミ**サ
Item: #2 Anak Semua Bangsa
ori
2w ago
ミ**サ
Item: #3 Jejak Langkah
ori
2w ago
Novely Young
2,066 items
Shop performance
Better than 72% of other shops
Responds within 24 hours
77%
Product description
Roman Tetralogi Buru mengambil latar kebangunan dan cikal bakal nasion bernama Indonesia di awal abad ke-20. Dengan membacanya, waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan nasional mula-mula, juga pertautan rasa, kegamangan jiwa, percintaan, dan pertarungan kekuatan anonim para srikandi yang mengawal penyemaian bangunan nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.
Roman bagian pertama Tetralogi Buru; Bumi Manusia, sebagai periode penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus kreator adalah manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya menuju manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.
Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat sentimentil: Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orangtuaku, waktu lebaran. Dan yang sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari tahun demi tahun belakangan ini. Hilang indahnya dunia sebagaimana dijanjikan oleh kemajuan ilmu .... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.
"Kita kalah, Ma," bisikku.
"Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya."