Product description
“Cinta dalam bentuk apa lagi yang kamu mau?”
Tumbuh di keluarga broken home, buat gue susah percaya sama cowok. Mungkin… Raka itu satu-satunya cowok yang akhirnya bisa masuk ke kehidupan gue. Gue percaya dia, dan karena alasan itu juga, gue harus jaga dia. Gue gak mau kehilangan laki-laki yang gue sayangi buat kedua kalinya.
Gue gak pernah ada masalah serius sama Sena. Dia cewek baik, pengertian, dan selalu ada buat gue. Gue nyaman dengan segala perlakuannya. Tapi… gak ketika sifat posesifnya semakin gila setelah Klania datang. Please, Sen… kamu gak percaya lagi sama aku? Aku sama Nana—panggilan Klania—cuma teman kecil yang lagi nostalgia karena baru ketemu lagi.
Gak salah emang keputusan gue buat balik ke Indonesia. I met him again. Gak banyak berubah, sih, tapi… semakin menarik. Dia emang bucin sama ceweknya, dan itu yang buat gue kadang berandai, gimana, ya, rasanya? Lagipula, gak ada salahnya, kan, toh gue lebih kenal Raka lebih dulu daripada cewek itu. Kalau Raka nyaman sama gue, bukan salah gue
“Kamu cantik dengan kebaya putih itu, Senjani....”
Awalnya, aku sama sekali nggak menyangka kita sama-sama melangkah ke tahap ini. Aku ngerasa terlalu banyak luka buat peluk kamu, Jan. Aku nggak pernah tahu apa itu rumah, dan khawatir nggak bisa memberikan “rumah” yang layak buat kamu nanti.
“Aku pasti bisa sembuh, kan, Jan? Nggak, aku harus sembuh!”
Kamu selalu meyakinkan aku kalau nggak perlu takut dengan kematian yang diucapkan dokter. Kamu itu kayak obat, Jan. Obat yang nggak pernah bosan aku minum, seberapa pun pahitnya itu.
Jan, janji, ya, buat nggak pernah tinggalin aku. Janji, ya, buat bantu aku jadi sembuh. Aku emang nggak bisa menawarkan banyak hal buat kamu, tapi aku janji akan buat kamu bahagia sampai akhir napas aku....
“Bumi, sampai kapan pun kamu akan selalu hidup dan bernyawa dalam hidupku.” - Senjani
Gue cuma bisa nyalahin takdir. Takdir karena dilahirkan dari “kesalahan”, takdir karena gak punya keluarga utuh, dan takdir lain yang buat gue benci setiap detik kehidupan ini. Cuma sama Ralita, gue ngerasa dunia gak sejahat itu. Di pelukan Ralita, semua terasa nyaman dan baik-baik aja. Tapi ... kenapa dia ninggalin gue?
Di saat gue percaya Ralita bakal balikin semua kebahagiaan itu, dia malah ngasih luka yang lebih perih. Dia menjalin ikatan sucinya sama cowok lain. Satu yang gue yakini saat itu adalah ... gue harus lupain dia. Ya, harus. Walaupun berat. Walaupun harus khianatin diri sendiri. Bahkan, sampai harus nyakitin orang lain. Pada akhirnya ... cuma Ralita yang tinggal di hati gue.
Ada pepatah, semua itu cuma masalah waktu. Kita bertemu untuk kedua kalinya. Ya, kita berusaha perbaikin semuanya dari awal. Apa semesta bakal restuin kita kali ini?